Menentukan pilihan hidup memang bukan perkara mudah, apalagi jika resiko didalamnya diperkirakan sama-sama memiliki imbas yang cukup besar yang tidak hanya pada diri sendiri tapi juga pada orang disekitarnya.
Dalam posisi seperti ini, rasionalitas jelas harus dijaga agar selalu lebih unggul daripada emosi hati. Meski sudahlah mafhum rasanya tidak ada rasionalitas yang meluap-luap, sebaliknya yang sering ada adalah emosi yang meluap-luap. Dengan kata lain, kalaulah ada “the power of nekad”, maka tentu harus pula diimbangi dengan “rasa syukur yang dahsyat!”
Dan karena hidup itu sendiri adalah pilihan, maka sesulit apapun mau tidak mau tetap harus memilih. Kalau sudah begini, rasanya penting untuk dicatat seperti apa kata Albert Einstein, ” berupayalah tidak hanya menjadi manusia yang sukses, tapi juga menjadi manusia yang bernilai.”
Disaat pilihan kita tidak di setujui oleh keluarga, rasa kecewa, kesal dan marahpun mulai memuncak. Kita sekarang bukanlah anak kecil yang tidak tau mana benar dan mana salah, kita berhak memilih jalan hidup kita sendiri.
Memang kita masih butuh kedua orang tua dan keluarga untuk membimbing kita, tapi kita pun punya pilihan sendiri untuk masa depan kita.
Ingin rasanya pilihan kita di hargai oleh kedua orang tua dan keluarga, ingin rasanya mengatakan “ Saya sudah dewasa, saya punya pilihan untuk menemani hidup saya kelak”
Hanya bisa berharap dan berdoa agar kedua orang tua dan keluarga dapat menghargai pilihan kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar